Bandung – Di tengah hiruk pikuk Kota Bandung, terdapat sebuah tempat yang memegang peranan penting bagi tunanetra Muslim di Indonesia yaitu, Yayasan Penyantun Wyata Guna.
Sejak 1976, yayasan ini telah berkomitmen untuk menyediakan Al-Qur’an Braille bagi penyandang disabilitas netra yang ingin membaca kitab suci, tetapi tidak dapat melakukannya dalam bentuk cetakan biasa.
Produksi Al-Qur’an Braille di Yayasan Penyantun Wyata Guna sangat membantu, tetapi jumlah tunanetra muslim di Indonesia jauh lebih banyak daripada kapasitas produksi mereka.
Ini menunjukkan adanya ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan, yang memerlukan perhatian lebih dalam menyediakan akses informasi yang setara bagi semua orang, termasuk tunanetra.
Salah satu faktor yang membuat produksi Al-Qur’an Braille di Wyata Guna begitu istimewa adalah mesin cetak yang mereka gunakan. Mesin cetak Thomson yang diproduksi pada tahun 1952, menjadi andalan dalam proses pencetakan Al-Qur’an Braille di sini.
Mesin ini hanya ada enam unit di seluruh dunia, dan Wyata Guna adalah satu-satunya tempat di Indonesia yang masih mengoperasikannya. Mesin ini dibawa ke Bandung pada tahun 1962 dan hingga kini tetap menjadi tulang punggung dalam memproduksi Al-Qur’an Braille.
Para pekerja di Wyata Guna bekerja dengan sangat teliti dan penuh kesabaran. Mereka mengetik ulang setiap huruf Al-Qur’an menggunakan mesin ketik jadul tersebut, yang memerlukan keterampilan dan ketelitian tinggi.
Proses ini memakan waktu, tetapi hasil akhirnya sangat berharga bagi mereka yang membutuhkan akses kepada Al-Qur’an dalam bentuk Braille.
Kepala Sekretariat Yayasan Penyantun Wyata Guna, H. Ayi Ahmad Hidayat, mengenang perjalanan panjang produksi Al-Qur’an Braille ini.
Ia menceritakan, pada awalnya, yayasan ini hanya memproduksi Al-Qur’an dalam jumlah terbatas, tetapi seiring berjalannya waktu dan dengan dukungan dari berbagai donatur, jumlah produksi pun meningkat.
“Sejak awal, kami berkomitmen untuk memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu, tanpa memandang keterbatasan fisik. Dengan adanya percetakan Braille ini, kami ingin mendukung pendidikan inklusif dan memberikan akses kepada tunanetra untuk membaca Al-Qur’an,”ujar H. Ayi Ahmad Hidayat.
Ia mengungkapkan, setiap Al-Qur’an Braille yang dicetak akan didistribusikan ke seluruh penjuru Indonesia secara gratis, berkat bantuan dari para donatur yang peduli akan pentingnya akses pendidikan dan informasi bagi penyandang disabilitas.
Layanan percetakan Braille ini menjadi bagian penting dari upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya.
Melalui inisiatif ini, mereka tidak hanya memberikan akses kepada tunanetra untuk membaca Al-Qur’an, tetapi juga menyediakan bahan-bahan pembelajaran yang mendukung pendidikan mereka.
Mari kita semua mendukung inisiatif ini, agar lebih banyak tunanetra di Indonesia khususnya di Kota Bandung yang bisa membaca Al-Qur’an dan menikmati hak mereka dalam memperoleh pendidikan yang layak.(rer/rd)